Sabtu, 25 Februari 2012

Belajar Bersyukur

                        Namaku Ellisa. Orang-orang selalu menganggap hidupku itu sempurna. Aku punya orang tua yang berkecukupan, teman-teman yang baik, pacar yang setia, dan kepintaran. Tapi sebenarnya aku tidak bahagia, aku selalu merasa hidupku itu kosong. Tidak ada tujuan, dan aku seringkali merasa kesepian. Aku ingin hidupku yang sudah sempurna di mata orang-orang ini mulus dan tidak ada kesusahan.

                        Suatu saat, aku bertemu dengan seorang anak yang jatuh dari sepeda. Karena kaget, aku langsung membantunya. Kami pun berkenalan dan ternyata ia jauh lebih tidak beruntung daripada aku. Ia sudah tidak mempunyai orang tua, sedangkan aku masih memiliki orang tua yang lengkap. Ia harus bekerja demi membiayai sekolah nya sendiri tapi aku sekolah pun sudah dibiayai. Anak laki-laki yang bernama Gilang ini membuatku menyadari hidup itu selamanya tidak mungkin akan selalu mulus.

                       Di dalam hidup, banyak kesulitan dan kita tidak bisa mengharapkan hidup yang tidak ada masalahnya. Semua orang memiliki masalahnya sendiri. Dan kalau kita bisa lebih bersyukur dengan apa yang kita punya, kita lebih bisa menghargai apa pun yang kita miliki dan bukannya menuntut sesuatu yang lebih. Dari kejadian itu, aku pun belajar untuk menghargai apa yang aku punya dan belajar untuk bersyukur atas rahmat yang Tuhan berikan kepadaku.

Masa Sulitku

                 Namaku Reina. Aku anak satu-satunya dalam keluargaku. Aku memang tidak sekaya teman-teman di sekolahku. Masuk ke sekolah ini pun karena beasiswa, hal ini membuat anak-anak yang lain tidak memandangku. Hanya satu orang sahabat baikku yang mau menemaniku namanya Lastri. Ayah Lastri seorang pejabat tinggi negara ini membuat Lastri menjadi populer karena kekayaannya itu. Tetapi ia malah lebih memilih untuk berteman dengan orang sepertiku. Ini yang membuatnya berbeda dari anak-anak yang lain.


                 Aku sendiri sering sekali diejek oleh teman-teman satu sekolah. Di rumah aku dimarahi terus gara-gara sering lalai dalam menjaga adik dan tidak bisa banyak bantu kerja karena keadaan tubuhku yang lemah. Kadang aku sering merasa frustasi dan tidak tahu lagi mesti bagaimana. Aku pun sudah meninggalkan Tuhan. Aku lebih sering meratapi nasibku daripada berdoa. Aku lebih fokus kepada ejekan teman-teman dan tekanan dari keluarga.

 
                 Suatu hari, aku diajak oleh Lastri untuk ikut kebaktian di gerejanya. Awalnya aku menolak karena aku ingin belajar ulangan tetapi karena aku sudah banyak berutang budi kepada nya jadi aku terpaksa tidak menolak ajakannya. Sesampainya di gereja, tiba-tiba setelah ikut kebaktiannya, aku mengalami dorongan untuk kembali ke Tuhan dan menyerahkan segala hidup dan persoalanku kepada-Nya. Akhirnya aku pun kembali ke jalan-Nya dan hidupku perlahan mulai membaik. Aku mulai bisa lebih kuat dan bisa mengatasi masalahku sendiri. Aku sekarang sudah kuliah dan tetap hidup di jalan Tuhan, aku pun sangat berterima kasih kepada Lastri karena tanpa dia, aku tak mungkin bisa jadi seperti ini.

Kamis, 16 Februari 2012

Surat Pribadi

Kepada Josephine,

                   Halo, gimana kabarmu? Semoga baik-baik saja. Aku di sini baik-baik saja. Bagaimana kabar keluargamu? Semoga mereka juga dalam keadaaan baik-baik saja. Aku di sini sedang sibuk sekolah, Ulangan dan tugas sangat banyak. Bagaimana sekolahmu? Aku dengar kamu pindah ke sekolah baru. Bagaimana teman-teman di sana?


                  Josephine, aku kangen banget sama kamu. Kamu kalau ada waktu main dong ke Jakarta. Aku akan bawa kamu keliling kota. Aku ingat, kamu ingin sekali kan bisa melihat monas? Aku akan membawa kamu ke sana. Kita juga dapat berkunjung ke Museum Fatahilah, Museum Mandiri, dan juga kita bisa ke Taman Mini Indonesia Indah.

               
                  Tak lupa, aku akan mengajakmu untuk berwisata kuliner, banyak makanan khas Jakarta yang harus kamu coba. Seperti soto betawi, kerak telor, dan berbagai makanan lainnya. Aku yakin kamu pasti suka. Sekian dulu ya surat dariku, aku tunggu jawaban dari kamu secepatnya. Salam kangen, Florencia